–
Sumber Mr. Sugiono
Dengan itu ….. bahwa ……. bisa terrealisir. ….. langsung antara …. meliputi jarak …
Pembangunan antena bukit sementara …… pemancar itu akan ……. blokade selama …….. PD-I …. Dari Jawa …….. ke Honolulu ………. dari AS melintasi ………….
Dr. Ing. De Groot, kepala dinas radio di PTT Banding, punya pendapat lain. Dia lebih percaya pada teknologi pemancar sistem busur. Dia mengusul mendirikan pemancar busur dengan daya antara 2,4 s/d 3,6 MW, dengan sistem Poulsen. Pembuatan akan dilakukan dengan matril dan SDM lokal Bandung tanpa diperlukan pertolongan pihak (perusahaan asing) lain.
Wäh…sich der Hollandische Kolo..inister auf Anraten des Radiopioniers Dr. Ing N. Koomans fűr einen Maschinensender vom System Telefunken mit elner Leistung von ca. 800kW entschied.
Favorisierte Dr. Ing. De Groot den Bau eines wesenlich grőßeren.
Lichthogensenders von 2,4 bis 3,6MW nach dem System Poulsen in Eigenleistung.
Atas saran Dr. Ing N. Koomans, seorang perintis teknologi radio di Belanda – Mentri Koloni Belanda memilih teknologi alternator untuk merealisir sarana komunikasi radio dari Belanda dan Jawa, dengan memesan alternator (?) dari Telefunken dengan daya sebesar 800KW.
Dr. Ing. De Groot, kepala dinas radio di PTT Banding, punya pendapat lain. Dia lebih percaya pada teknologi pemancar sistem busur. Dia mengusul mendirikan pemancar busur dengan daya antara 2,4 s/d 3,6 MW, dengan sistem Poulsen. Pembuatan akan dilakukan dengan matril dan SDM lokal Bandung tanpa diperlukan pertolongan pihak (perusahaan asing)
Dengan kapal AL Belanda “Zeeland” diangkut pemancar alternator Telefunken yang kecil sebagai percobaan. Pemancar itu dipasang di stasiun radio di Cililin.. Sebagai antenna juga dipasang kawat antenna dari bukit ke bukit sepertinya sudah dilakukan di Malabar.
Sebagai PL digunakan generator DC (600 A) dipinjam dari Tram Jakarta yang didorong oleh motor pesawat terbang Glenn Martin. Kedua peralat didirikan di luar gedung pemancar.
Dalam telegram tsb. Dilaporkan detail dari letusan Gunung Garut.
Berapa hari kemudian di Blaricum juga diterima sinyal test yang terpancar dari Radio Malabar dengan hasil baik.
Di Malabar digunakan jenis antenna yang baru. Daripada diantara 2 menara antenna itu terpasang diantara dua bukit gunung, diatas lembah – jenis antenna itu direferensikan sebagai Antenna Gunung.
Hingga saat ini, sebagai stasiun percobaan, di Radio Cililin berdiri Alternator berdaya sekitar 100kW.
Disini cuga dipergunakan jenis antenna gunung, walaupun dengan ketinggian hanya 150m (33-50% dari antenna Malabar).
Sinyal yang dipancarkan dari Radio Malabar (dari pemancar busur maupun pemancar alternator) diterima dengan baik di Leiden.
Pesta peresmian sarana komunikasi radio Jawa – Belanda diselenggarakan di Malabar.
Percobaan awal oleh BRV (Radio lokal), studio berada di lantai atas dari percetakan “Vorkink” (TB Sumur Bandung).
Kemudian BRV dioperkan oleh NIROM (Nederlandsch Indische Radio Oemroep Maatschappij).
1927. Ratu Belanda berpidato melalui siaran radio kepada penduduk Belanda di Indonesia.
Untuk mengingat kepada peristiwa itu didirikan sebuah patung di Lapangan Citarum / Bandung. Patung itu dibongkar pad tahun 50an karena dianggap melanggar kesusilaan.
C.J. de Groot wafaat waktu berjalanan melalui Laut Merah ke arah eropa di atas kapal laut.
Sebagai kehormatan kepada C.J. de Groot dinamakan jalan di Bandung, yang sekarang Jalan Siliwangi.
–
Kalau ada upaya serius untuk memperbaiki kawasan Gunung Puntang sebagai area wisata, saya pikir salah satunya adalah dengan membuat kembali plang ini. Foto yang menjadi latar belakang bisa diusahakan. Sementara tulisannya bisa direkonstruksi ulang berdasarkan apa yang sudah saya tulis di atas. Ini penting karena mau tidak mau Radio Malabar adalah bagian dari Gunung Puntang sebagai area wisata. Kalau tidak dalam bentuk plang, mungkin disediakan dalam bentuk fotokopian. Jangan sampai orang datang hanya sekedar menikmati alamnya atau kemping, tapi tidak tahu di situ pernah ada sebuah bangunan yang merupakan bagian dari sejarah perkembangan radio di dunia.
-
Di depan bangunan utama Radio Malabar ada sebuah kolam yang kini dijuluki “kolam cinta”. Barangkali alasannya adalah karena bentuknya yang mirip hati, tapi ada juga yang mengatakan kalau pacaran di kolam itu, maka hubungannya akan langgeng (!). Saya kaget juga ketika diberitahu oleh Pak Gatot Dewanto (YE1GD) bahwa bentuk kolam itu sebenarnya adalah tanda panah yang menunjuk ke negara Belanda. Saya cek menggunakan Google Earth dan tampaknya benar. Saya bilang ‘tampaknya’ karena kalau ingin persis harusnya diusahakan dilihat menggunakan peta datar, bukan globe.
Itu sebenarnya menjawab keheranan awal saya. Orang Belanda selalu membuat bangunan dengan wawasan pada mata angin. Ketika pertama menemukan tempat ini di Google Earth saya langsung heran, kenapa bangunannya tidak searah ke mata angin manapun ? Rupanya memang bangunannya dihadapkan sesuai dengan arah lurus ke Belanda.
Perhatikan gambar di bawah ini. Sebelah kiri adalah kolam cinta dari Google Earth yang saya tempatkan di bawah kompas. Sebelah kanan adalah gambar yang saya peroleh pada sebuah publikasi tahun 1925 (Telefunken Zeitung). Keduanya menunjuk arah barat daya.
Saya baru sadar bahwa frase Richtung Holland artinya adalah “arah ke Belanda”. Jadi betul, kolam cinta itu sebenarnya adalah tanda panah. -
Nama lengkap pendiri Radio Malabar adalah Dr. Cornelius Johannes de Groot. Sebuah obituari dalam penggalan sebuah dokumen dapat ditemukan di sini. Nama ini ternyata sempat membuat bingung para anggota amatir Belanda di Indonesia karena keponakannya juga memiliki nama de Groot. Sebenarnya nama lengkap keponakannya itu adalah Alexander Constant de Groot. Ia adalah orang yang merancang dan membangun BRV (Bataviasche Radio Omroep Vereniging) alias Radio Batavia dan penasihat teknis untuk Radio Bandoeng yang lebih dikenal dengan callsign-nya waktu itu, yaitu PMY (padahal nama sebenarnya adalah Bandoengsche Radio Vereeniging). Ia lahir di Bogor 6 Agustus 1896 dan setelah di kirim ke Belanda untuk mendapat pelatihan, ia dikirim lagi ke Indonesia tahun 1924 dan diberi pekerjaan di perkebunan teh Rongga di Gunung Halu, sebuah tempat 80 Km barat daya dari Bandung. Ia tidak betah dengan pekerjaannya itu karena pada dasarnya minatnya ke bidang teknik. Ia sendiri kemudian menjadi anggota amatir radio dengan callsign PK1PK, dan menjadi presiden pertama perkumpulan radio amatir di Indonesia. Ia meninggal di Hague pada 23 April 1973.
Berikut ini gambar dari Dr. Cornelius Johannes de Groot dan Alexander Constant de Groot :
Tampak A.C. de Groot yang ketika itu berusia 75 tahun dengan hasil rekonstruksi dari pemancar yang digunakan di BRV, yang ditampilkan pada sebuah acara reuni pada 29 Juni 1971. A.C. de Groot memanggil pamannya itu dengan panggilan Oom Appi. -
Pak Gatot Dewanto (YE1GD) lagi-lagi membuat kaget saya dengan mengatakan bahwa Dr. C. J. de Groot ketika itu sempat memperlakukan pembangunan Radio Malabar sebagai “proyek pribadinya”. Terus terang ini agak terdengar kontroversial buat saya, meskipun bisa terdapat alasan yang masuk akal untuk mengatakan itu. Pertama, ada kemungkinan untuk mengatakan bahwa ia menggunakan uang pribadinya ketika ia membeli pemancar Arc Poulsen di San Fransisco (1917). Kedua, setahun kemudian otoritas Belanda membeli dua pemancar Telefunken: satu dipasang di Belanda, dan satu dimaksudkan untuk dipasang di Malabar. Ketika itu dikatakan :
When Dr. de Groot’s own Poulsen type transmitter failed during the opening ceremony on 5 May 1923, he even did not consider to communicate with Holland by means of the Telefunken transmitter, to transfer a message to Dutch Queen Wilhelmina, who desperately waited for a radio message from Dutch Indies (now Indonesia).
Kata-kata Groot’s own Poulsen type transmitter menegaskan bahwa itu memang milik pribadinya, sehingga tidak heran ia berani tidak patuh pada otoritas di negaranya. -
Mengenai pemilihan lokasi Radio Malabar, masih informasi dari Pak Gatot, itu lebih karena pertimbangan kontur geografis yang memungkinkan dipasangnya antena yang ukurannya raksasa: 5 kawat sejajar yang panjangnya 2 kilometer. Kebetulan lokasinya ada diapit dua gunung, yaitu gunung Malabar dan gunung Haruman, sehingga penyangganya bisa diletakkan pada sisi kedua gunung tersebut, seperti digambarkan sebagai berikut :
-
Berkenaan dengan frekuensi kerja Radio Malabar pada tulisan pertama dikatakan bahwa itu adalah pada 49,2 Khz dengan panjang gelombang 6,1 Km. Sementara itu sumbernya tidak jelas, saya menemukan pada sebuah dokumen berangka tahun 1928, sebagai berikut :
Karena sifatnya selalu dicoba, tentu frekuensi kerja diubah-ubah juga, namun sekurangnya kali ini ada referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada kutipan di atas dinyatakan bahwa siaran Radio Malabar pada 17,4 meter dapat diterima di Inggris. -
Sebagai catatan sejarah saya membatin sebenarnya kapan pertama kali terjadi kontak antara Belanda dan Indonesia ? Pada masa itu yang disebut kontak barangkali tidak satu macam; bisa kontak telegrafi / morse) atau telefoni / audio (tunggu, tapi apakah di sini sudah benar-benar bisa dikatakan telefoni ?).
Ketika saya search, saya menemukan bahwa 5 tahun lalu, persisnya 11 November 2007 diadakan peringatan 80 tahun hubungan gelombang pendek Belanda Indonesia, yang disponsori oleh Radio Maragitha di Bandung dan Radio Nederland Wereldomroep. Kutipan berita tentang ini di harian Suara Pembaharuan Daily dapat dilihat di sini. Saya langsung curiga ketika di situ dikatakan :”Setidaknya hal itu diakui oleh Wakil Duta Besar Belanda, K Ad Koekkoek yang hadir dalam peringatan 80 tahun hubungan gelombang pendek Belanda – Indonesia atas kerja sama Radio Nederland Wereldomroep (RNW) dan Radio Maragitha, di Hotel Savoy Homann, Bandung, 11 November lalu. “Hubungan radio gelombang pendek pertama kali antara Bandung dan Hilversum terjadi pada Maret 1927,” tutur Koekkoek, dalam sambutannya pada acara bertema “Radio, Riwayatmu Dulu” itu.”Kalau itu antara Bandung – Hilversum, entah, mungkin bisa saja pada Maret 1927. Saya sendiri tidak tahu. Tapi apakah itu representatif untuk dikatakan sebagai hubungan gelombang pendek pertama antara Bandung – Belanda ? Sekurangnya, yang saya temukan mengatakan bahwa sebelum tahun itu sudah terjadi kontak gelombang pendek, yaitu pada 1925 🙂 Bisa di cek di sini. Bahkan itu dikatakan masuk ke buku World’s Record. Itu terjadi antara Radio Malabar dan Radio Kootwijk.